Ketakutan akhir-awal tahun

Saya manusia yang banyak takutnya. Mulai dari takut kecoa terbang, takut naik wahana ekstrem, takut ketinggian, bahkan takut menerima telepo...

Saya manusia yang banyak takutnya. Mulai dari takut kecoa terbang, takut naik wahana ekstrem, takut ketinggian, bahkan takut menerima telepon pada suatu momen, yaitu saat berasosiasi dengan ketakutan sejuta umat: kehilangan.

kembali lagi bersama hari-hari takut angkat telepon

Itu adalah cuitan saya di Twitter pada tanggal 30 Desember 2022. 

Singkat cerita, sore itu mama saya dilarikan ke rumah sakit karena dalam keadaan darurat, lalu besoknya masuk ICU. Sejak itu saya mengaktifkan nada dering padahal biasanya handphone saya selalu dalam mode senyap. Sejak itu pula saya selalu takut dan cemas tiap ada telepon masuk, apalagi kalau itu telepon dari ayah saya. Sebelum menekan tombol hijau saya selalu berusaha menenangkan diri dan menepis rasa takut sambil membaca Basmallah. Dulu saya juga pernah mengalami ketakutan yang sama persis ketika masih sekolah. Dan, ketakutan yang serupa terjadi beberapa kali lagi meski ketakutannya tidak sebesar dua contoh yang sudah disebut. Makanya, saya menuliskan "kembali lagi bersama hari-hari takut angkat telepon" karena memang bukan sekali dua kali.

Akhir-awal tahun saya dihantui ketakutan. 

Tapi, memang manusia bisa saja menutupi ketakutannya. 

Malam menjelang pergantian tahun, saya yang sendirian di rumah sempat update status dengan kolase gambar salah satu momen terbaik di tahun 2022 yaitu umroh bersama orang tua dan sahabat disertai tulisan "happyyy!", dan di-update dengan caption "yeaaay~" di Twitter.

Ketik "yeaaay" di media sosial padahal aslinya sedang menangis.

Hahahahahaha. 

Pada hari pertama di tahun ini, saya sempat menunggu di area ruang ICU. Sungguh, saya sangat nggak suka dengan suasana di sana (siapa sih yang suka?!). Tiap ada keluarga pasien yang dipanggil, saya selalu anxious sendiri, padahal itu bukan keluarga saya. Nggak kuat, terlalu banyak menyaksikan kesedihan orang, ujungnya saya tertekan sendiri bahkan ikutan nangis.

Alhamdulillaah, ketakutan saya bisa pudar beberapa hari kemudian karena kondisi mama sudah agak membaik dan boleh rawat jalan. Rasanya legaaaaaaaaa banget. Seperti ada beban berat yang diangkat. 

Handphone pun saya kembalikan ke mode senyap. 

***

Telepon. Dari kecil saya sudah ada kesan sendiri tentang ini.

Melalui telepon, berita gembira dan sedih bisa tersampaikan. Kalau yang didapat adalah berita gembira maka bersyukur, kalau yang didapat berita sedih maka menyungkur. 

Semoga kita lebih banyak bersyukur usai menerima telepon dari seseorang. 


 


You Might Also Like

0 komentar

Nikmatun Aliyah Salsabila. Powered by Blogger.